SEJARAH PERKERETAAPIAN INDONESIA



Perkeretaapian di Indonesia di mulai tanggal 17 Juni 1864 dengan pemasangan rel
kereta api pertama di Semarang (Kemijen). Proyek tersebut dilaksanakan oleh NISM
(Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij) dan peresmiannya dilakukan oleh
Gubernur Jenderal Sloet Van Beele. Pemasangan lintas pertama ini nampaknya sematamata bermotif komersial, karena hasil bumi (tembakau, nila, dan gula) dari daerah
Surakarta dan Yogyakarta (Voreten Landen) yang merupakan bahan ekspor,
memerlukan angkutan cepat untuk sampai di pelabuhan Semarang.
Pada tahun 1868 mulai beroperasi Semarang - Tanggung sepanjang 26 km.
Pada tahun
1870 selesai dipasang dan dibuka untuk umum lintas Semarang - Gundih - Surakarta.
Tahun 1871 - 1873 dilakukan pemasangan rel Surakarta - Yogyakarta - Lempuyangan.
Tanggal 10 April 1869 juga dipasang oleh NISM lintas Jakarta - Bogor selesai tahun 1873.
Lintas ini kemudian diambil oleh pemerintah yang mendirikan perusahaan kereta api
pemerintah yang dinamakan SS (Staaatsspoor Wegen). Kemudian dilanjutkan
pemasangan lintas Bogor - Sukabumi - Bandung - Kroya - Yogyakarta - Surabaya. Pada
lintas Yogyakarta - Surakarta terdapat rel triganda (jalur dengan tiga batang rel) karena
NISM menggunakan rel lebar (1,435 m) sedang SS sendiri menggunakan rel normal
yakni lebar 1,067 m. Tahun 1903 mulai dipasang oleh NISM lintas Kedungjati -
Ambarawa - Magelang - Yogyakarta. Tahun 1907 lintas Secang - Temanggung - Parakan.
Tahun 1899 - 1903 dipasang oleh NISM Semarang - Cepu - Surabaya. Kemudian tertarik
oleh keuntungan yang diperoleh NISM menyusul berdirinya perusahaan-perusahaan
kereta api swasta lainnya yang berjumlah sepuluh perusahaan diantaranya SCS
(Semarang Cirebon Stoomtram Maatschappij), SJS (Semarang Juwana Stomtram
Maatschappij), dll.
Sedang di Sumatera pemasangan lintas kereta api pemerintah terjadi tanggal 12
November 1876, mulai dipasang lintas Ulele - Kota Raja (Banda Aceh). Kereta api ini
dipasang oleh Departemen Peperangan (DVO) untuk keperluan perang Aceh dengan
lebar sepur 70 cm. Tanggal 1 Juni 1891 mulai dipasang lintas Pulu Aer - Padang untuk
kepentingan tambang batubara. Tahun 1912 mulai dipasang lintas Teluk Betung -
Perabumulih, Juli 1886 oleh perusahaan DSM (Deli Spoorweg My) dipasang lintas
Labuhan - Medan.
Untuk Sulawesi mulai tanggal 1 Juli 1923 telah dipasang oleh SS lintas Makassar -
Takalar dan beberapa tahun kemudian operasinya dihentikan karena terlalu berat biaya
eksploitasinya.


Menjelang berakhirnya pemerintahan Belanda SS daerah eksplotasinya dibagi sebagai
berikut:
SS/OL = Jawa Bagian Timur, SS/WL = Jawa Bagian Barat, ZSS = Sumatera Selatan, WSS
= Sumatera Barat, Aceh Tram = Aceh, dan semuanya berpusat di Bandung.
Pada masa pendudukan Jepang (1 Maret 1942 - 17 Agustus 1945) semua perkeretaapian
di Jawa dikuasai oleh pemerintah angkatan darat (Rikuyun). Semua perusahaan kereta
api disatukan dengan nama Rikuyu Kyoku. Sedangkan perkeretaapian di Sumatera di
bawah pemerintahan angkatan laut Jepang (Kaigun) dengan nama Tetsudo Tai dengan
pusat di Bukit Tinggi.
Setelah Republik Indonesia berdiri, perkeretaapian Indonesia diambil alih oleh
pemerintah Republik Indonesia. Tanggal 28 September 1945 secara resmi lahirlah
Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) berpusat tetap di Bandung yang
meliputi perusahaan kereta api di Jawa dan Madura. Pada waktu itu di Sumatera masih
di bawah pendudukan Belanda di bawah SS/VS (Staatspoor-weg En Verenigde
Spoorweg Bedrijr).
Setelah negara RI menjadi negara kesatuan pada Januari 1950, DKARI berubah menjadi
DKA. Berdasarkan UU No. 19 dengan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1963.
terhitung 22 Mei 1963 Status perusahaan kereta api di Indonesia berubah menjadi
Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Sedangkan di Sumatera, Deli Spoorweg My
terhitung 1957 dinasionalisasi dan masuk di bawah perusahaaan api pemerintah pada
saat itu dan kemudian bergabung menjadi PNKA.
Dengan adanya penetapan melalui PP No. 01 Tahun 1971 status perkeretaapian kita
berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Berdasarkan PP No. 57 tahun
1990, yang berlaku efektif mulai tanggal 1 Januari 1991 berubah menjadi Perusahaan
Umum Kereta Api (Perumka). Pada tahun 1992, pemerintah mengeluarkan UU No. 13
tahun 1992 tentang perkeretaapian. Dengan keluarnya UU tersebut, maka banyak
peraturan perkeretaapian sejak jaman Belanda dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dan sekarang statusnya berubah menjadi PT. Kereta Api (Persero) berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1998 tentang pengalihan bentuk badan Perusahaan
Umum (Perum) Kereta Api menjadi PT. Kereta Api (Persero). Sekarang UU
Perkeretaapian yang terbaru adalah UU No. 23 tahun 2007. Dengan UU tersebut, maka
UU No. 13 tahun 1992 sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pada UU No. 23 tahun 2007 disebutkan bahwa pemerintah telah membuka kesempatan
bagi pihak swasta untuk ikut mengembangkan bisnis perkeretaapian di Indonesia. Jadi
PT. Kereta Api (Persero) harus menyiapkan diri agar mampu menghadapi persaingan
bisnis kereta api di Indonesia yang sebelumnya menjadi hak monopoli mereka.
Perusahaan tersebut telah melakukan banyak pembenahan agar tetap eksis di bisnis
kereta api dan juga mampu memanfaatkan segala potensi yang dimiliki.
Saat ini sebenarnya banyak sekali potensi bisnis PT. Kereta Api (Persero) yang belum
tergali dengan maksimal. Masih banyak jasa angkutan barang maupun penumpang yang belum mampu ditangani oleh perusahaan tersebut. Selain itu, perusahan tersebut
mempunyai potensi lahan yang nilainya mencapai 1000 triliun rupiah lebih,
peninggalan sejarah baik berupa bangunan maupun benda bersejarah lain yang sangat
banyak jumlahnya, dan juga jalur kereta api yang terhubung dari ujung timur sampai
ujung barat pulau Jawa yang dapat dimanfaatkan untuk saluran fiber optik, kabel, pipa
gas, dan lain-lain.

BACA JUGA Arti Nomor Lokomotif Diesel


0 komentar:

Posting Komentar

Artikel Terbaru

Template Ini Di buat oleh Blog Informasi dan Berita Unik Terbaru ( Fahmi Setiawan ) yang didukung oleh Blogger